VP Jakarta International Stadium Shinta Syamsul Arief: Ole di Layar, Hangat di Kenangan
Ludus01

Tulisan ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi ludus.id

Kamis malam, 5 Juni 2025. Saya di kamar bersama keluarga, memeluk sunyi dengan dada yang penuh gemuruh. Degup jantung makin nyaring, seolah ikut berpacu dengan waktu. Dari televisi yang menyala, suara takbir menggema dari Stadion Gelora Bung Karno—menggetarkan udara, menggetarkan hati. Lalu peluit dibunyikan. Indonesia melawan Cina. Satu laga penentu. Laga hidup-mati.
Saya menontonnya dari tempat tidur di rumah, tapi yang lebih sibuk dari mata adalah pikiran dan harapan. Di layar, menit terasa melambat, seperti waktu ikut menahan napas. Dan ketika akhirnya bola itu bersarang ke gawang Cina—lewat kaki Ole Romeny, atau lebih akrab disebut Ole—saya tidak melonjak, tidak bersorak. Tapi di dalam hati saya, terjadi ledakan yang lebih hebat dari tepuk tangan: semacam keharuan yang menyala diam-diam.
Tangan saya justru bergerak membuka galeri di ponsel, menelusuri kembali jejak digital yang kini terasa seperti pertanda. Foto-foto saya bersama mereka—para pembuat sejarah, para pemain timnas Indonesia—yang beberapa waktu lalu datang ke Jakarta International Stadium (JIS) untuk syuting iklan. Momen yang dulu terasa istimewa, malam kemarin berubah menjadi kenangan yang sakral.
Itu terjadi saat bulan puasa kemarin. Mereka hadir ke JIS untuk syuting iklan, tapi bagi saya kehadiran mereka lebih dari itu. Sebagai pengelola stadion sekaligus pendukung abadi timnas, saya diberi kesempatan langka: menyapa mereka satu per satu, berbincang meski sebentar, bahkan mengucapkan langsung kata yang ingin diucapkan jutaan orang, “Terima kasih telah memperjuangkan Indonesia.”
Tak semua orang seberuntung saya. Bisa foto bareng? Iya. Tapi yang lebih aneh sekaligus indah, dari sekian banyak pemain, justru dengan Ole saya punya paling banyak foto. Satu, dua, tiga… entah berapa gaya yang kami ambil—berdiri, duduk, tertawa, serius, semua ada. Saat itu saya hanya merasa nyaman dan spontan, tapi sekarang saya pikir, mungkin semesta memang sudah tahu. Seolah berbisik diam-diam, “Yang ini, Shinta, simpan baik-baik. Karena suatu hari nanti, dia akan bikin sejarah.” Dan benar saja—gol tunggal Ole lewat penalti ke gawang Cina bukan hanya membawa Indonesia menang, tapi juga menjawab bisikan itu dengan nyaring dan indah.
Saya juga ingat satu momen lucu yang tak masuk di naskah iklan manapun: saya tanpa sengaja menginjak kaki Marcelino Ferdinand. Saya panik. Dia tertawa. Saya ikut tertawa. Sebuah momen spontan, hangat, dan manusiawi—yang membuat jarak antara pengelola dan pemain lenyap dalam sekejap.
Mereka semua rendah hati. Sopan. Hangat. Beberapa dari mereka bukan WNI sejak lahir, tapi rasa cintanya pada merah-putih tak perlu diragukan. Mereka membawa semangat yang khas: gigih tapi tenang, disiplin tapi tetap tersenyum. Dan saya percaya, itulah wajah baru sepak bola Indonesia—penuh semangat muda, tapi juga dewasa dalam sikap.

Kiri - kanan: Ragnar Oratmangoen - Calvin Verdonk - Rizhky Ridho - Marselino Ferdinand - Shinta Syamsul Arief - Ole Romeny
Dari semua pemain yang hadir waktu itu, hanya satu yang kini tak masuk ke skuad pertandingan karena sakit—Ragnar Oratmangoen, yang terpaksa absen akibat virus. Tapi energi kebersamaan yang mereka bangun kemarin tetap terasa hangat, seolah semuanya tetap hadir dalam semangat yang sama.
Saya tahu, tak semua orang bisa bertemu mereka langsung seperti saya. Tapi setiap kita bisa memberi dukungan—dengan doa, dengan sorak, dengan rasa percaya. Karena kita adalah Indonesia!
Karena kadang, satu bentuk dukungan kecil bisa jadi penyulut semangat besar.
“Bukan keberhasilan yang membuat kita bersyukur, tapi rasa syukur yang membuka pintu keberhasilan.” – Anonim
Terima kasih, timnas. Terima kasih Ole, Rizhky Ridho, Marcelino Ferdinand dan semuanya. Yang telah memperjuangkan untuk Indonesia bisa tampil di Piala Dunia. Terima kasih sudah datang ke JIS waktu itu, dan lebih penting lagi—terima kasih sudah datang ke hati jutaan rakyat Indonesia.
Penulis: Shinta Syamsul Arief, Vice President Jakarta International Stadium
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!