

LUDUS – Di tengah suhu dingin Ulaanbaatar, ada satu sosok muda yang melangkah ringan namun pasti: Shafira Devi Harfesa. Usianya baru 15 tahun, rating-nya paling rendah di antara tim Indonesia. Tapi dua babak pertama Kualifikasi Piala Dunia Catur 2025 Zona 3.3 Catur Zona 3.3 ini, ia lewati tanpa cela. Dua kemenangan, dua poin penuh, dan satu senyum tenang di meja makan.
Ia baru saja membuat cerita manisnya. Dengan tenang dan presisi, Shafira Devi Harfesa (1983) mencetak kejutan besar di Ulaanbaatar. Bermain hitam, ia menaklukkan pecatur senior Filipina, WGM Janelle Frayna (2311), pada langkah ke-54. Kemenangan ini jadi salah satu momen paling mencolok dalam perebutan tiket Kejuaraan Dunia FIDE 2025.
“Kayaknya lawan pertama saya justru lebih berat,”
Sambil menyantap makan malam, nada bicara Shafira sangat ringan. Tapi tidak menghapus keteguhan yang terpancar dari sorot matanya. Di balik suara lembut itu, tersembunyi determinasi yang tak main-main.
Ia memang belum menyandang gelar internasional seperti rekan-rekannya. Masih “hanya” Master Nasional. Tapi di papan catur, Shafira bicara dengan cara yang berbeda: lewat langkah-langkah berani yang presisi. Peraih emas PON 2024 ini adalah binaan Sekolah Catur Utut Adianto (SCUA), tempat bakatnya diasah dan keberaniannya ditempa.
Baca juga: Pecatur Muda Aditya Bagus Arfan Kenal Catur dari Sang Kakek
Perjalanannya di Asian Chess Championships 2025, Kamis (24/4/2025), di Holiday Inn Ulaanbaatar, Mongolia, belumlah selesai. Tapi sejauh ini, ia telah menjelma dari nama yang paling muda dan paling tak diperhitungkan, menjadi salah satu yang paling menjanjikan. Jika ritmenya terus stabil, ia bukan hanya mengejar norma WIM pertamanya—ia bisa menjadi kuda hitam yang mengancam semua lawan.

Di sekeliling Shafira, rekan-rekan seniornya juga menunjukkan performa gemilang. GM Novendra Priasmoro membayar hasil remis di babak pertama dengan kemenangan di babak kedua. “Saya tahu harus lebih fokus di babak ini,” katanya. “Di turnamen seperti ini, satu kesalahan kecil bisa mengubah segalanya.”
Peningkatan performa memang diperlihatkan GM Novendra Priasmoro (rating 2437). Bermain dengan buah hitam, ia menuntaskan partai tanpa ampun, mengalahkan pecatur tuan rumah Endenabulgan (rating 1533). Setelah hanya meraih hasil remis di babak pertama, Novendra membalas dengan kemenangan meyakinkan di babak kedua—tanda bahwa ia mulai menemukan ritme permainannya.

Satria Duta Cahaya bangkit dari kekalahan di babak pertama. IM Yoseph Theolifus Taher dan IM Nayaka Budidharma melaju mulus dengan dua kemenangan. Nayaka, peraih emas PON 2024 dan peringkat keempat JAPFA FIDE Rated, menatap pertandingan berikutnya dengan tenang. “Saya cuma berusaha main rapi dan nggak terlalu agresif dulu,” ujarnya.
IM Yoseph Theolifus Taher yang belum mencatat kemenangan penuh, harus puas berbagi angka dengan pecatur tuan rumah, Anand Batsukh (2295). Memegang buah hitam, Yoseph kesulitan mengembangkan posisi sejak awal. Permainan berjalan solid, namun tak banyak ruang untuk eksplorasi. “Partainya tertutup, dan saya harus hati-hati agar tidak terpancing,” ujarnya usai pertandingan. Tambahan setengah poin ia kantongi, cukup untuk menjaga peluang di papan atas.
FM Satria Duta Cahaya tampil bak api yang menyala kembali. Setelah kalah di babak pertama, Satria memanfaatkan peluang memegang buah putih dengan sempurna. Ia menundukkan Tumurchudur (1871), pecatur Mongolia, dengan permainan agresif yang penuh perhitungan. “Saya harus membayar kekalahan kemarin dengan permainan terbaik,” kata Satria. Kemenangan ini menjadi bukti bahwa semangatnya belum padam.
Baca juga: GM Utut Adianto Membuka Kejuaraan Catur Zona 3.3 Asia, Jalan Menuju Piala Dunia Catur Dimulai
Penampilan impresif juga datang dari IM Nayaka Budhidharma (2390). Meski memegang buah hitam, ia tetap tajam dan sabar menunggu celah. Lawannya, Dauganamdag (1902), sempat memberi perlawanan sengit, namun Nayaka akhirnya menutup pertandingan dengan kemenangan bersih—menjadi kemenangan keduanya secara beruntun.
Langkah para pecatur Indonesia di Ulaanbaatar sejauh ini masih panjang, namun babak kedua menunjukkan bahwa Merah Putih tak sekadar datang untuk bertanding, tapi untuk menang.

Sementara itu, WIM Laysa Latifah—yang mencuri perhatian dunia saat tampil sebagai pemain putri terbaik di Amir Temur Cup Uzbekistan 2024—juga mengoleksi dua kemenangan. WIM Laysa Latifah (2622) berhasil meredam perlawanan Luong Hoang (Vietnam/1939).
“Rating lawan-lawan saya lebih rendah, tapi saya tetap waspada,” katanya. Ia memperkirakan nilai minimum untuk bisa lolos adalah 7,5. “Artinya cuma boleh kalah sekali dan seri sekali,” ucapnya. Tantangan itu berat, tapi ia tahu harus tetap tenang.
Tapi tetap, di antara nama-nama besar dan gelar-gelar panjang itu, langkah ringan Shafira terasa paling menyentuh. Seperti angin yang tak terlihat, tapi terasa. Ia belum banyak bicara, belum punya banyak pengalaman internasional, tapi ia datang ke Ulaanbaatar bukan sekadar belajar.
Ia datang untuk menang.
Suka dengan artikel ini?
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!