
LUDUS - Kemarin, Selasa, 15 Juli 2025, Jonatan Christie melangkah ke arena Tokyo Metropolitan Gymnasium dengan status unggulan keempat. Harapan melekat di pundaknya, seperti biasanya. Tapi siang kemarin, harapan itu tak sempat tumbuh besar. Ia langsung tersingkir di babak pertama Japan Open 2025 setelah ditumbangkan Kenta Nishimoto, tunggal putra tuan rumah, dalam dua gim langsung—13-21, 12-21.

Foto/PBSI
Pertarungan itu, pada awalnya, menjanjikan persaingan ketat. Jonatan dan Nishimoto saling menyusul poin hingga kedudukan imbang 8-8. Namun, setelah itu, segalanya berubah. Nishimoto, yang saat ini menempati peringkat ke-12 dunia, memimpin 11-9 di interval gim pertama. Seusai jeda, ia meledak. Delapan poin beruntun ia kumpulkan, menjauhkan jarak menjadi 19-9 sebelum menutup gim pembuka dengan skor 21-13.
Gim kedua tidak lebih bersahabat bagi Jonatan. Bertanding di hadapan publik sendiri, Nishimoto tampil penuh percaya diri. Ia unggul jauh di awal dengan skor 10-4, lalu menjaga keunggulan itu tanpa memberi ruang untuk Jonatan bangkit. Pertandingan ditutup dengan skor 21-12. Total waktu hanya 45 menit, dan laga pun selesai.
Kekalahan ini terasa pahit, terlebih jika mengingat hubungan panjang Jonatan dengan Japan Open. Sejak debutnya di turnamen ini pada 2015, Jonatan telah menjadi wajah yang cukup akrab di Tokyo, walau turnamen ini lebih sering menjadi ujian berat daripada panggung kejayaan.

Foto/PBSI
Pada edisi 2022, ia disingkirkan Kenta Nishimoto di babak 16 besar. Namun pada tahun berikutnya, 2023, Jonatan justru tampil gemilang. Ia melaju hingga partai final dan mencatatkan salah satu penampilan terbaiknya sebelum akhirnya takluk dari Viktor Axelsen. Sayangnya, prestasi tersebut tak mampu ia ulang di 2024, dan kini di 2025, langkahnya terhenti bahkan sebelum sempat membangun ritme. Kekalahan ini pun seperti membalik waktu ke masa-masa tersulitnya—Japan Open belum sepenuhnya jadi miliknya.
Yang menarik, kemenangan kali ini sekaligus mengakhiri tren buruk Nishimoto atas Jonatan. Dalam tiga pertemuan terakhir mereka, Jonatan selalu menang. Namun dengan hasil di Tokyo ini, Nishimoto memperkecil ketertinggalan mereka dalam rekor pertemuan. Kini, head-to-head mereka berdiri di angka 10-9, masih untuk keunggulan Jonatan.
Meski tersingkir cepat, Jonatan tak mencari-cari alasan. Ia menyebut kekalahannya hari itu tak lain akibat kesalahan sendiri.
“Sebenarnya, kemarin persiapan sudah sangat baik, kondisi juga sangat baik, tetapi tadi masih banyak melakukan kesalahan sendiri yang seharusnya bisa lebih baik,” katanya dalam pernyataan resmi tim media PBSI, Selasa siang.
Ia menyadari betul bahwa melawan pemain seperti Nishimoto membutuhkan lebih dari sekadar kesiapan teknis. Perlu kesabaran, ketenangan, dan kecermatan dalam membaca permainan yang ulet.
“Saya harus bisa lebih sabar lagi, tidak terburu-buru, meningkatkan ketenangan, apalagi bertemu dengan lawan yang ulet seperti Nishimoto,” ia menambahkan.

Foto/PBSI
Kekalahan ini tentu bukan akhir. Tapi bagi Jonatan, ini jadi pengingat: bahwa panggung besar seperti Japan Open bukan hanya tentang skill, tapi juga soal mengendalikan emosi, menjaga tempo, dan menghindari jebakan kesalahan sendiri.
Japan Open bukan milik Jonatan. Tapi setiap kekalahan, jika dibaca dengan benar, selalu menyimpan pelajaran untuk pertandingan berikutnya.
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!